1) Apa itu Narkoba ?
Narkoba adalah singkatan dari
Narkotika dan Obat berbahaya. Selain “narkoba”, istilah lain yang diperkenalkan
khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah
ini, baik “narkoba” atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba
sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat
hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini
pemanfaatannya disalah gunakan diantaranya dengan pemakaian yang telah diluar
batas dosis / over dossis.
Narkoba atau NAPZA merupakan
bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama
susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan
gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah
memberlakukan Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5
tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.
2) Penyebaran Narkoba di Kalangan
Anak-anak dan Remaja
Hingga kini penyebaran narkoba
sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat
dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah,
diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal
ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran
narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering
dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari
kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang
terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah
penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua
diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
Menurut kesepakatan Convention on
the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989,
setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk
HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita
yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan
anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang
dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun,
anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja,
heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan
Universitas Indonesia). Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus
pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007
berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan
meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak,
penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi
makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak
jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan
efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya.
Hal ini menegaskan bahwa saat ini
perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun
pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah
menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat
lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba
masih jauh dari harapan. Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak
bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya
masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan
sebuah pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Adalah sangat
penting untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba
dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan
kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan
mereka terima.
Anak-anak membutuhkan informasi,
strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba atau juga
mengurangi dampak dari bahaya narkoba dari pemakaian narkoba dari orang lain.
Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan
program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age
oriented). Di Indonesia, perkembangan pencandu narkoba semakin pesat. Para
pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya
usia tersebut ialah usia produktif atau usia pelajar. Pada awalnya, pelajar yang
mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena
kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan
pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi
ketika pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah
menjadi pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami
ketergantungan.
3) Dampak Negatif Penyalahgunaan
Narkoba
Dampak
negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja (pelajar) adalah sebagai
berikut:
·
Perubahan
dalam sikap, perangai dan kepribadian,
·
Sering
membolos, menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran,
·
Menjadi
mudah tersinggung dan cepat marah,
·
Sering
menguap, mengantuk, dan malas,
·
tidak
memedulikan kesehatan diri,
·
Suka
mencuri untuk membeli narkoba.
·
Menyebabkan
Kegilaan, Pranoid bahkan Kematian.
4) Upaya Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba
Upaya pencegahan terhadap
penyebaran narkoba di kalangan pelajar, sudah seyogianya menjadi tanggung jawab
kita bersama. Dalam hal ini semua pihak termasuk orang tua, guru, dan
masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkoba terhadap
anak-anak kita. Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika melakukan program
anti narkoba di sekolah.
Yang pertama adalah dengan mengikutsertakan
keluarga. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang
peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada
anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba
termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan
lingkungan yang lebih baik di rumah. Kelompok dukungan dari orangtua merupakan
model intervensi yang sering digunakan.
Kedua, dengan menekankan secara
jelas kebijakan tidak pada narkoba. Mengirimkan pesan yang jelas tidak
menggunakan membutuhkan konsistensi sekolah-sekolah untuk menjelaskan bahwa
narkoba itu salah dan mendorong kegiatan-kegiatan anti narkoba di sekolah.
Untuk anak sekolah harus diberikan penjelasan yang terus-menerus diulang bahwa
narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun juga
kesempatan mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan
kehidupan yang layak.
Terakhir, meningkatkan kepercayaan
antara orang dewasa dan anak-anak. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang
lebih besar bagi interaksi personal antara orang dewasa dan remaja, dengan
demikian mendorong orang dewasa menjadi model yang lebih berpengaruh.
Oleh
sebab itu, mulai saat ini pendidik, pengajar, dan orang tua, harus sigap serta
waspada, akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak
sendiri. Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita jaga dan awasi anak
didik dari bahaya narkoba tersebut, sehingga harapan untuk menelurkan generasi
yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat terealisasikan dengan
baik.